Senin, 31 Mei 2010

Indonesia di Tengah Krisis Keuangan Global

Yayasan Jerman, Friedrich Ebert Stiftung dalam sebuah laporannya mengeluarkan prognosa laporan situasi Indonesia di tengah krisis keuangan global. Pengaruh krisis keuangan global, yang memuncak dengan ambruknya berbagai institusi keuangan di Amerika Serikat September 2008 lalu, dan menggoncang Eropa juga Jepang dan Cina memang tidak terasa langsung di Indonesia. Meskipun demikian khususnya sektor-sektor industri yang berorientasi ekspor seperti industri elektronik, rotan dan terutama industri tekstil yang meliputi dua juta lapangan kerja, akan sangat terpengaruh akibat menurunnya permintaan dari Eropa dari Amerika Serikat yang tentu saja berdampak pada produksi.



„Saya rasa efeknya baru benar-benar terasa di Indonesia dua hingga tiga bulan lagi, karena sekarang masih dikerjakan pesanan-pesanan dari masa Natal, Tahun Baru Cina. Apalagi masih banyak permintaan misalnya untuk bahan tekstil, sehubungan pemilu di Indonesia.“



Demikian disampaikan Erwin Schweißhelm, pimpinan Friedrich Ebert Stiftung Indonesia yang mengeluarkan laporan.



Lebih lanjut dalam prognosa krisis keuangan tersebut Schweißhelm mengatakan: "Penurunan ini juga terlihat pada konsumsi dalam negeri. Bulan Januari misalnya, penjualan sepeda motor turun 22 persen. Saya juga membaca di Jakarta Post, jumlah orang yang mengunjungi bioskop, makan di restoran menurun.“



Krisis keuangan dunia saat ini mengingatkan pada krisis moneter Asia tahun 1998. Indonesia merupakan negara yang membutuhkan waktu paling lama untuk kembali pulih dari krisis Asia, yakni selama 8 tahun.



Namun menurut Erwin Schweißhelm, sulit untuk membandingkan kedua krisis tersebut. Krisis Asia hanya menyangkut ekonomi dan keuangan Asia, sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat situasi ekonomi berjalan baik dan terdapat pertumbuhan ekonomi. Artinya negara-negara di Asia yang dilanda krisis cepat pulih, dan relatif sangat cepat kembali mengalami pertumbuhan ekonomi.



Juga dewasa ini Indonesia sudah memiliki pasar tenaga kerja reguler dan serikat pekerja yang lebih kuat, yang tidak akan menerima pemutusan hubungan kerja tanpa melakukan perlawanan. Sejak Desember 2008, militer dan polisi sudah melakukan berbagai latihan bersama untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan, juga terutama dalam rangka pemilu. Selain itu serikat pekerja telah mengajukan usulan konstruktif untuk mengatasi krisis dan meminta pembentukan dewan krisis yang anggotanya terdiri dari pihak perusahaan dan serikat pekerja, yayasan untuk pembayaran pesangon, penurunan bea impor dan penaikan tingkat bebas pajak. Tapi menurut Erwin Schweißhelm, PHK dan demonstrasi dalam dua atau tiga bulan mendatang tampaknya sulit dihindari.



Dalam laporan Friedrich Ebert Stiftung "Krisis Keuangan Juga Tiba di Indonesia“ Erwin Schweißhelm menilai positif manajemen pemerintah Indonesia saat ini. Menteri keuangan dan direktur bank Indonesia cukup kompeten dan profesional. Pemerintah juga melakukan tindakan antisipasi seperti negara-negara lainnya, seperti investasi besar-besaran di bidang infra struktur, peringanan pajak. Semuanya ini membantu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi.



Lebih jauh Erwin Schweißhelm mengatakan: "Jika prognosa saat ini benar, walaupun dalam situasi krisis seperti ini tidak boleh mengabaikan rasa pesimis, karena setiap hari prognosa dapat berubah. Tapi untuk tahun 2009 ini Indonesia masih memiliki prognosa angka pertumbuhan ekonomi sebesar 4,4 persen. Bila kita membandingkan dengan prognosa pertumbuhan ekonomi Jerman minus dua persen.“



Pimpinan yayasan Jerman Friedrich Ebert Stiftung itu juga melihat keuntungan situasi Indonesia yang tidak terlalu terintegrasi pada pasar dunia, seperti halnya Malaysia atau Thailand. Juga dengan cukup besarnya pasar dalam negeri, sebenarnya Indonesia masih boleh optimis di tengah krisis keuangan global saat ini. Walaupun tentu saja di dunia global, yang tengah mengalami krisis ekonomi global, tidak satu pun negara mampu mengambil tindakan sendiri yang harus dilakukan untuk keluar dari krisis. Juga sejauh mana keberhasilan Indonesia mengatasi krisis kali ini, tergantung dari bagaimana negara di belahan dunia lainnya pulih dari krisis keuangan global saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar